Stroke Jadi Penyebab Kematian Tertinggi di Indonesia
Jakarta, Trendsetter.id — Stroke masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat Indonesia. Penyakit ini tercatat sebagai penyebab kematian dan kecacatan tertinggi nasional. Data World Health Organization (WHO) 2020 menunjukkan lebih dari 357 ribu kematian per tahun, atau sekitar 21 persen dari total kematian di Indonesia, disebabkan oleh stroke. Angka tersebut menempatkan Indonesia di peringkat ke-11 dunia untuk tingkat kematian akibat stroke.
Lebih mengkhawatirkan lagi, stroke tak selalu datang dengan gejala dramatis. Banyak kasus justru diawali tanda-tanda ringan yang sering diabaikan seperti pusing mendadak, senyum yang tak simetris, bicara pelo, atau tangan terasa lemas. Padahal, keterlambatan penanganan bisa berdampak fatal.
“Setiap menit sangat berharga bagi pasien stroke. Golden period di bawah 4,5 jam sejak gejala pertama muncul menjadi penentu utama keberhasilan pemulihan,” ujar dr. Riski Amanda, Sp.N, FINA, Spesialis Neurologi Neurointervensi di Primaya Hospital PGI Cikini.
Stroke Bukan Cuma Soal Usia, Gaya Hidup Ikut Berperan
Stroke terjadi akibat aliran darah ke otak yang terhenti, baik karena sumbatan (stroke iskemik) maupun pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik). Tanpa pasokan oksigen, jutaan sel otak bisa mati hanya dalam hitungan menit.
Faktor risikonya terbagi dua. Yang tidak bisa diubah meliputi usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga. Namun, sebagian besar justru berasal dari faktor yang bisa dikendalikan, seperti: tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes, merokok dan konsumsi alcohol, obesitas dan kurang aktivitas fisik dan penyakit jantung, terutama fibrilasi atrium
“Stroke bukan penyakit orang tua semata. Gaya hidup modern yang minim gerak dan tinggi stres membuat risiko stroke kini mengintai usia produktif,” jelas dr. Riski.
Cara Mudah Mengenali Gejala Stroke
Agar tidak terlambat, masyarakat disarankan mengenali gejala awal stroke dengan metode FAST, yang mudah diingat: F (Face): Wajah tiba-tiba mencong atau mati rasa, A (Arms): Salah satu lengan sulit diangkat, S (Speech): Bicara pelo atau sulit dipahami, T (Time): Waktu sangat menentukan segera ke rumah sakit.
Namun, gejala stroke tidak selalu muncul bersamaan. Kadang hanya berupa penglihatan kabur, pusing mendadak, atau kelemahan ringan di satu sisi tubuh.
“Kuncinya jangan menunggu parah. Begitu ada gejala mencurigakan, langsung ke IGD rumah sakit dengan fasilitas stroke center,” tegas dr. Riski.
Golden Period Menentukan Hidup dan Masa Depan
Jika pasien stroke iskemik tiba di rumah sakit dalam golden period, dokter masih bisa melakukan trombolisis untuk melarutkan sumbatan atau trombektomi mekanik untuk mengangkat bekuan darah. Kedua tindakan ini sangat bergantung pada kecepatan pasien mendapatkan penanganan.
Itulah sebabnya keterlambatan sering berujung pada kecacatan permanen, mulai dari gangguan bicara, lumpuh, hingga hilangnya kemandirian.
Bagi pasien yang selamat dari fase akut, perjalanan belum selesai. Rehabilitasi jangka panjang menjadi kunci untuk mengembalikan kualitas hidup. Program ini mencakup fisioterapi, terapi okupasi, dan terapi wicara, serta dukungan psikologis.
“Banyak pasien mengalami depresi pascastroke. Padahal, dengan rehabilitasi yang konsisten dan dukungan keluarga, mereka bisa kembali produktif,” tambah dr. Riski.
Cegah Sebelum Terjadi: Deteksi Dini dan Hidup Lebih Sehat
Kabar baiknya, sebagian besar faktor risiko stroke bisa dicegah. Mengontrol tekanan darah, menjaga pola makan, berhenti merokok, rutin berolahraga, dan cek kesehatan berkala, terutama di atas usia 40 tahun dapat menurunkan risiko secara signifikan.
“Stroke bukan takdir. Ini akumulasi kebiasaan. Dengan perubahan gaya hidup sederhana, risikonya bisa turun drastis,” tutup dr. Riski.
Stroke sering datang tanpa peringatan, tapi dampaknya bisa seumur hidup. Karena itu, kenali tanda FAST, jangan menunda, dan ingat: setiap menit menentukan masa depan.
Foto: Freepik/ brgfx

