Health

28 Juta Orang Indonesia Berisiko, Deteksi Dini Hepatitis Harus Jadi Prioritas

Jakarta, Trendsetter.id – Di balik wajah ceria seorang anak atau tubuh bugar orang dewasa, bisa tersembunyi ancaman yang tak kentara: hepatitis. Penyakit yang dijuluki sebagai “epidemi diam” ini masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia, dengan jutaan penderita yang tidak menyadarinya hingga kondisi hati mereka rusak parah.

Menurut Kementerian Kesehatan RI, diperkirakan 28 juta orang Indonesia mengidap hepatitis B atau C, namun hanya sekitar 10% yang telah terdiagnosis. Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut hepatitis sebagai ancaman global karena sifatnya yang asimtomatik dan sering terlambat terdeteksi, hingga berkembang menjadi sirosis atau kanker hati.

Kondisi paling memprihatinkan terjadi pada anak-anak, terutama yang terinfeksi hepatitis B sejak lahir. Karena gejalanya sangat ringan atau tidak tampak sama sekali, infeksi ini kerap tidak terdeteksi hingga dewasa, ketika sudah terjadi kerusakan hati kronis.

“Anak-anak bisa membawa virus hepatitis B sejak lahir tanpa menunjukkan gejala. Jika tidak ditangani, infeksi ini bisa menjadi kronis dan merusak hati secara perlahan,” ujar dr. Ahmar Abyadh, Sp.PD-KGEH, FINASIM, Mkes, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastroenterologi-Hepatologi dari Primaya Hospital Bekasi Barat.

Gejala hepatitis pada anak bisa berupa penurunan nafsu makan, rewel dan cepat Lelah, warna urine gelap, tinja pucat, kulit atau mata menguning. Sayangnya, banyak orang tua mengira gejala ini hanyalah sakit biasa.

Indonesia didominasi oleh hepatitis B dan hepatitis C, yang mayoritas ditularkan secara: perinatal (dari ibu ke anak saat persalinan), hubungan seksual tidak aman, transfusi darah atau penggunaan jarum suntik tidak steril.

Jenis hepatitis lainnya yang umum di Indonesia: Hepatitis A & E: Disebabkan konsumsi makanan/minuman tercemar, banyak menyerang anak-anak dan remaja. Hepatitis D: Jarang terjadi dan hanya menyerang penderita hepatitis B.

Gejala Umum Hepatitis pada Dewasa (Sering Diabaikan) seperti kulit dan mata menguning, urine seperti warna the, kelelahan berlebihan, nyeri perut kanan atas, mual, muntah, hilang nafsu makan, demam ringan.

“Kebanyakan pasien datang ketika sudah mengalami komplikasi. Karena hepatitis kronis bisa berlangsung bertahun-tahun tanpa gejala. Deteksi dini jadi kunci,” tegas dr. Ahmar.

Banyak masyarakat masih percaya bahwa hepatitis adalah penyakit seumur hidup. Faktanya Hepatitis A & E bisa sembuh total tanpa pengobatan khusus. Hepatitis B bisa dikontrol dengan terapi antiviral seperti TAF (Tenofovir Alafenamide). Hepatitis C kini bisa disembuhkan total dengan pengobatan generasi baru (DAA / Direct-Acting Antivirals) dengan tingkat kesembuhan di atas 95%.

Kemajuan medis telah menghadirkan terapi antiviral generasi baru (TAF, DAA), vaksin hepatitis berbasis DNA dan mRNA, PCR portable untuk skrining di daerah terpencil, terapi yang disesuaikan dengan profil virus tiap pasien. Namun, tanpa kebijakan publik yang aktif dan edukasi berkelanjutan, semua itu tidak akan cukup.

Langkah nyata untuk Hadapi Epidemi Diam, perluas cakupan vaksinasi hepatitis B, terutama pada bayi baru lahir, sediakan skrining gratis dan tes darah bagi kelompok risiko tinggi, edukasi masyarakat dan tenaga medis tentang tanda-tanda hepatitis, perkuat layanan di daerah terpencil agar tidak ada lagi kasus “terlambat tahu”.

Hepatitis bukan hanya soal virus, tapi soal kesadaran masyarakat, deteksi dini, dan respon sistem kesehatan. Saat gejala hepatitis muncul, bisa jadi sudah terlambat. Maka, jangan tunggu kuning. Lakukan tes, edukasi keluarga, dan pastikan semua anak divaksin. Karena fungsi hati menentukan kualitas hidup di masa depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *